MATERI PENGANTAR TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI PERTEMUAN KE-14
TECHNOPRENEURSHIP
1. Konsep Kewirausahaan
“Wirausaha usaha merupakan
pengambilan resiko untuk menjalankan usaha sendiri dengan memanfaatkan
peluang-peluang untuk menciptakan usaha baru atau dengan pendekatan yang
inovatif sehingga usaha yang dikelola berkembang menjadi besar” (Jong and
Wennekers,2008). Jadi kewirausahaan adalah pengambilan resiko, menjalankan
usaha sendiri, memanfaatkan peluang-peluang, menciptakan usaha baru, pendekatan
yang inovatif, mandiri.
Ciri-ciri kewirausahaan menurut Scarborough dan Zimmerer(2005:6) adalah:
a. Desire for responsibility:
hasrat bertanggung jawab terhadap usaha-usaha yang tengah dirintisnya yang
diaktualisasikan melalui sikap mawas diri.
b. Preference for moderate
risk: kecenderungan untuk senantiasa mengambil resiko yang moderat yang
direfleksikan oleh pilihan keputusannya yang selalu menghindari tingkat resiko
yang terlalu tinggi maupun yang terlalu rendah.
c. Confidence in their
ability to success: dimilikinya keyakinan atas kemampuan dirinya untuk
sukses yang direfleksikan melalui motto bahwa kegagalan itu tak lain adalah
sukses yang tertunda.
d. Desire for immediate
feedback: kehendak untuk senantiasa memperoleh umpan balik yang sesegera
mungkin.
e. High level of energy:
dimilikinya semangat dan dorongan bekerja keras untuk mewujudkan impiannya yang
lebih baik di masa mendatang.
f. Future orientation:
dimilikinya perspektif ruang dan waktu ke masa depan
g. Skill at organizing:
dimilikinya keahlian dan keterampilan dalam mengorganisasikan sumber daya untuk
menciptakan nilai tambah
h. Value achievement over
money: dimilikinya suatu tolok ukur yang bersifat kuantitaif-finansial
dalam menilai suatu kinerja.
2. Proses Kewirausahaan
Proses untuk mengembangkan
usaha baru terjadi pada proses kewirausahaan yang dimana seorang pengusaha
harus menemukan, mengevaluasi, dan mengembangkan sebuah peluang. Menurut Serian
Wijatno (2009:11) ada empat fase dalam proses kewirausahawan yaitu :
1.
Identifikasi dan evaluasi Peluang, seorang pengusaha harus melihat, dan
memiliki ketajaman untuk mengidentifikasi suatu peluang yang potensial.
2.
Pengembangan rencana bisnis, rencana bisnis yang baik adalah mengembangkan
suatu peluang dan menentukan sumber daya yang diperlukan, serta mengelola usaha
baru dengan sukses.
3.
Penetapan sumber daya, seorang pengusaha harus mampu menentukan sumber daya apa
yang akan digunakan dan memanfaatkan peluang yang ada.
4. Manajemen perusahaan, harus
bisa mengimplementasi gaya dan struktur manajemen serta harus bisa menentukan
variabel-variabel kunci kesuksesan sehingga apappun masalah yang dihadapi bisa
segera diselesaikan.
Menurut Jeffry Timmons
(Bygrave, 2007:56), terdapat 3 komponen utama untuk menjadi entrepreneurship
yang sukses. Ketiga komponen tersebut adalah kesempatan, seorang wirausahawan
(atau team manajemen, bila perusahaan venture), dan sumber daya untuk memulai
membangun perusahaan dan membuatnya berkembang.
3. Technopreneur
Technopreneur merupakan kata
yang sudah tidak asing lagi kita dengar. Terutama bagi mereka yang kehidupannya
lebih banyak bergantung di dunia teknologi. Berdasarkan definisinya,
technopreneur adalah penggabungan antara pemanfaatan teknologi dengan konsep
entrepreneur (wirausaha).
Technopreneur secara sederhana dapat diartikan sebagai seorang peminat teknologi yang berjiwa entrepreneur dan tanpa jiwa entrepreneur, seorang peminat teknologi hanya akan menjadi teknisi yang dimana kurang dapat menjadikan teknologi yang digelutinya sebagai sumber kehidupannya.
Menurut Daniel Mankani (2003)
menyatakan bahwa “Technopreneur adalah orang-orang yang mengidentifikasi
masalah dan memanfaatkan kesempatan. Ada dua karakter yaitu :
a.
Melakukan hal-hal yang tidak mencari keuntungan semata
b. Merasa nyaman bekerja dengan
menggunakan teknologi
Technopreneurship adalah bentuk
semangat dan keberanian sesorang untuk melakukan usaha-usaha berbasis teknologi
secara mandiri. Technopreneurship bersumber dari invensi dan inovasi. Invensi
adalah sebuah penemuan baru yang bertujuan untuk mempermudah kehidupan dan
Inovasi adalah proses adopsi sebuah penemuan oleh mekanisme pasar.
Orang yang mempunyai gagasan ide dan menciptakan produk dalam bidang teknologi disebut dengan technopreneur, karena seorang technopreneur harus mampu menggabungkan antara ilmu pengetahuan yang dimiliki serta menciptkan suatu produk yang akan dijual di pasar.
Dengan
demikian, technopreneurship merupakan gabungan dari teknologi (kemampuan ilmu
pengetahuan dan teknologi) dengan kewirausahaan (bekerja sendiri untuk
mendatangkan keuntungan melalui proses bisnis).
Dalam konsep technopreneurship, basis pengembangan kewirausahaan bertitik tolak dari adanya invensi dan inovasi dalam bidang teknologi.
• Invensi adalah sebuah
penemuan baru yang bertujuan untuk mempermudah kehidupan.
• Inovasi adalah proses adopsi
sebuah penemuan oleh mekanisme pasar.
Technopreneurship harus sukses pada dua tugas utama, yakni: menjamin bahwa
teknologi berfungsi sesuai
kebutuhan target pelanggan, dan teknologi tersebut dapat dijual dengan
mendapatkan keuntungan (profit).
4. Perbedaan antara Entrepreneurship dan Technopreneurship
Ada sedikit perbedaan antara
entrepreneur dengan technopreneur, meskipun esensinya adalah sama.
Usaha Kecil
|
Entrepreneur Tradisional
|
Teknopreneur
|
|
Motivasi
|
-Sumber hidup
-Tingkat keamanan
-Bekerja sendiri
-Ide khusus
-Personaliti pemilik
|
-Motivasi mendominasi
-Ide dan konsep
-eksploitasi kesempatan
-akumulasi kekayaan
|
-pola pikir revolusioner
-Kompetisi dan resiko
-sukses dengan teknologi baru
-Finansial, nama harum
|
Kepemilikan
|
-Pendiri/rekan bisnis
|
- saham pengendali
- Maksimalisasi keuntungan
|
-Penguasaan pasar
-Saham kecil dari kue besar
-Nilai perusahaan terus bertambah
|
Gaya Manajerial
|
-Trial dan error
-lebih personal
-Orientasi local
-Menghindari resiko
-Arus kas stabil
|
-Mengikuti pengalaman
-profesionalisme
-Resiko pada menejeman
|
-Pengalaman terbatas
-Fleksibel
-Target strategi global
-Inovasi produk berkelanjutan
|
Kepemimpinan
|
-Jalan hidup
-Hubungan baik
-Dengan contoh
-Kolaborasi
-Kemenangan kecil
|
-Otoritas tinggi
-kekuatan lobi
-Imbalan untuk kontribusi
-manajemen baru
|
-Perjuangan kolektif
-Sukses masa depan visioner
-membagi kemajuan bisnis
-menghargai kontribusi dan pencapaian
|
R&D dan inovasi
|
-mempertahankan bisnis
-Pemilik bertanggung jawab
-siklus waktu yang lama
-Akumulasi teknologi sangat kecil
|
- Bukan prioritas utama,
kesulitas mendapatkan penelitian
- Mengandalkan franchise, lisensi
|
-Memimpin dalan riset dan
inovasi, IT, biotek global
-Akses ke sumber teknologi
-Bakat sangat tinggi
-Kecepatan peluncuran produk ke pasar
|
Outsourcing dan jaringan
kerja
|
-Sederhana
-Lobi bisnis langsung
|
- Penting tapi sulit
mendapatkan tenaga ahli
- kemampuan umum
- tidak selalu tersedia pada tingkat
global
|
-Pengembangan bersama tim
outsourcing
-Banyak penawaran
-Science and technology park
|
Potensial pertumbuhan
|
-Siklus ekonomi
-Stabil
|
- Penetrasi nasional cepat,
global lambat
- Pemimpin pasar dalam waktu singkat
dengan proteksi, monopoli, oligopoli
|
-Pasar berubah dengan
teknologi baru
-Akuisi teknologi baru
-Aliansi global untuk mempertahankan
pertumbuhan
|
Target pasar
|
-Lokal
-Kompetisi dengan produk di
pasar
-Penekanan biaya
|
- Penguasaan pasar nasional
- Penetrasi pasar mamakan
waktu lama
- Produk baru untuk pelanggan baru
|
-Pasar global sejak awal
-jaringan science and
tech.park
-penekanan time to market,
presale dan postsale.
-Mendidik konsumen teknologi baru
|
Webster Dictionary (2005) membedakan definisi entrepreneur dengan technopreneur dalam bidangnya yang lebih spesifik ke arah teknologi tinggi. Bila entrepreneur didefinisikan sebagai seseorang yang mengorganisasikan, memanajemen, dan mengambil resiko dari suatu bisnis atau suatu perusahaan, maka Webster Dictionary mendefinisikan Technopreneur sebagai seorang entrepreneur dimana bisnisnya melibatkan teknologi tinggi.
Technoprenuership sudah seharusnya didorong pengembangannya oleh pemerintah. Hanya dengan bertambahnya jumlah mereka inilah, maka bangsa Indonesia akan mampu menjadi bangsa yang “berdaya saing” pada tataran persaingan global. Technopreneur tidak sekedar “menjual” barang komoditas atapun barang industri yang persaingan pasarnya relatif sangat ketat. Mereka menjual produk inovatif yang mampu menjadi substitusi maupun komplemen dalam kemajuan peradaban manusia.
5. Kepribadian Technopreneur
Orang yang keinginan berprestasinya tinggi akan bekerja lebih keras dalam keadaan bagaimanapun, aslkan ada kesempatan untuk mencapai sesuatu. Dia tertarik kepada imbalan uang atau keuntungan terutama karena merupakan umpan balik yang dapat mengukur pencapaian hasil dari pekerjaannya. Uang bagi entrepreneur yang sejati bukanlah sebagai perangsang berusaha, tetapi lebih merupakan ukuran keberhasilannya. (Sumber kutipan:Krisna R. Purnomo, 1994,hal. 11)
McCleland merinci karakteristik mereka yang memiliki konsep need for achievement (N-Ach) yang tinggi, sebagai berikut:
a. Lebih menyukai pekerjaan dengan resiko realistik
b. Bekerja lebih giat pada tugas-tugas yang memerlukan kemampuan mental
c. Tidak menjadi bekerja lebih giat dengan adanya imbalan uang
d. Ingin bekerja pada situasi yang dapat diperoleh pencapaian pribadi (personal achievement)
e. Menunjukkan kinerja yang lebih baik dalam kondisi yang memberikan umpan balik yang jelas dan positif
f. Cenderung untuk berpikir ke masa depan dan memiliki pemikiran untuk jangka panjang
6. Karakter Pembentuk Technopreneur
Spirit dan karakter technopreneur dibentuk oleh 3 komponen utama pembentuk, yaitu Intrapersonal, Interpersonal dan Extrapersonal. Intrapersonal dan Interpersonal adalah merupakan komponen dari faktor soft skill, sedangkan Extrapersonal adalah berhubungan dengan kemampuan untuk mampu memberdayakan kedua komponen soft skill tersebut agar mampu diimplementasikan secara lebih meluas dampaknya.
7. Manfaat Pengembangan Technopreneur
Singapura adalah salah satu contoh negara yang berhasil dalam membuat kebijakan menumbuhkan basis technoprenurnya. Empat puluh lima tahun yang lalu, Singapura adalah negara kecil di Asia yang miskin. Dua puluh tahun kemudian, pemerintah mulai berkampanye untuk menarik perusahaan MNC berteknologi tinggi, dengan insentif pajak, tenaga kerja terdidik, dan program infrastruktur yang mengagumkan. Dimotori oleh kebijakan investasi besar-besaran oleh pemerintah yang diambil dari tabungan pensiun wajib, proyek infrastruktur bernama “Singapore One” bernilai ratusan juta dolar, telah menghubungkan setiap rumah, sekolah, dan kantor ke internet pada akhir 1999. Dan negara kecil Singapura ini telah melakukan investasi di bidang teknologi informasi di sekolah-sekolah dengan nilai yang lebih besar daripada negara manapun.
Technopreneurship bermanfaat dalam pengembangan industri-industri besar dan canggih, selain itu juga dapat diarahkan untuk memberikan manfaat kepada masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomi lemah untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Dengan demikian Technopreneurship diharapkan dapat mendukung pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Technopreneurship dapat memberikan manfaat atau dampak, baik secara ekonomi, sosial maupun lingkungan. Dampaknya secara ekonomi adalah:
1. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas.
2. Meningkatkan pendapatan.
3. Menciptakan lapangan kerja baru.
4. Menggerakan sektor-sektor ekonomi yang lain.
Manfaat dari segi sosial diantaranya adalah mampu membentuk budaya baru yang lebih produktif, dan berkontribusi dalam memberikan solusi pada penyelesaian masalah-masalah sosial. Manfaat dari segi lingkungan antara lain adalah:
1. Memanfaatkan bahan baki darisumber daya alam Indonesia secara lebih produktif.
2. Meingkatkan efisiensi penggunaan sumber daya terutama sumber daya energi.
Ada beberapa bidang investasi dan inovasi yang dapat diprioritaskan untuk memberi manfaat kepada masyarakat ekonomi lemah terdiri dari air, energi, kesehatan, petanian, dana keanekaragaman hayati. Bidang-bidang diatas masyarakat ekonomi lemah di Indonesia banyak menghadapi permasalah. pengembangan Technopreneurship dapat diarahkan sebagai upaya untuk menyelesaikan permasalah tersebut.
1. Water (air): Technopreneurship memiliki peluang untuk dapat menyelesaikan masalah ini. Karena banyaknya kebutuhan akan air dari masyarakat di Indonesia, khususnya air bersih, oleh karena itu para pakar Technopreneurship memiliki tantangan untuk menyelesaikan maslah ini.
2. Energy (energi) : Tantangan berikutnya yang harus diselesaikan para pakar Technopreneurship adalah energi. Saat ini semua negara dihadapkan oleh krisis energi yang semakin memburuk. Dan yang pasti yang menjadi korban adalah rakyat kecil kebawah. Oleh karena itu permasalahan ini diharapkan bisa diselesaikan oleh para pakar Technopreneurship.
3. Health (Kesehatan): Kesehatan adalah yang terpenting untuk setiap masyarakat, karena jika keadaan tubuh kurang sehat akan mempengaruhi produktivitas yang dihasilkan. Oleh karena itu fasilitas kesehatan sangat dibutuhkan. Pelayanan kesehatan yang murah dan berkualitas sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat kecil ke bawah. Diharapkan para Technopreneurship dapat membuat suatu proses yang mudah bagi masyrakat dalam mengakses fasilitas kesehatan tersebut.
4. Agriculture (petanian): Satu hal ini juga menjadi perbincangan hangat di Indonesia. Karena sebagian besar pangan Indonesia bersalah dari luar negeri atau import. Kenapa harus import, padahal Indonesia dulu dijuluki negara agrikultur (bahkan hingga hari ini). Penataan lahan yang kurang baik serta diiringi oleh perilaku para pejabat atas
yang kurang baik menyebabkan hal ini bisa terjadi. Kasus ini harus diselesaikan segera, apabila ditunda-tunda akan memperburuk situasi dan pasti yang menjadi korban tetap masyarakat kecil ke bawah.
5. Biodiversity (keanekaragaman hayati) Indonesia terkenal akan kebudayaan hayati yang beragam. Beratus-ratus spesies tumbuh di tanah Indonesia ini. Hal ini merupakan kekayaan lain dari Indonesia. Tetapi hal ini tidak menjadi sorotan, padahal hal ini berdampak baik bagi perekonomi indonesia terutama bagi para praktisi wirausaha. Inilah tantangan lain yang harus diselesaikan pra pakar Technopreneurship untuk mempromosikan kekayaan hayati Indonesia sehingga dapat dikenal oleh seleuruh masyarakat Indonesia dan umumnya untuk masyarakat dunia.
8. Peranan pemerintah dan Perguruan Tinggi dalam Mengembangkan Spirit Technopreneur
Pemerintah sebagai regulator diharapkan mempunyai peran untuk menumbuhkan dan mendukung kultur technopreneur dalam aktivitas pemerintahan. Pemerintah dalam hal ini adalah penentu Grand Strategy tentang “hendak kemana Knowledge Based Economic (KBE) Indonesia ini akan diarahkan untuk mencapai daya saing. Sedangkan perguruan tinggi harus mampu menterjemahkan Grand Strategy tersebut ke dalam Renstra dan Renop yang tepat, termasuk penciptaan kultur akademis yang mendukung berkembangnya spirit technopreneur.
Gambaran tentang kemungkinan yang dapat di lakukan pemerintah dalam pengembangan Entrepreneurship dan Technopreneurship adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan Insentif Pasar Untuk Entrepeneurship.
a. Faktor penentu adalah ‘willingness’ dari tiap pribadi untuk menjadi Entrepeneur.
b. Willingness ditentukan oleh benefit yang diperoleh.
c. Di banyak negara regulasi pasar membatasi insentif, sebagai contoh batas atas harga ditetapkan dibawah market equilibrium.
d. Jika keuntungan ekonomis yg diperkirakan lebih rendah dari opportunity cost, maka akan mengendurkan minat para Entrepeneur.
e. Di beberapa negara diperlukan policy yang akan meningkatkan insentif untuk para Entrepeneur.
f. Pemerintah perlu membuat suatu regulasi dan penetapan harga yang mampu mendorong dan menjadi insentif bagi para interpreneur.
2. Peningkatan ketersediaan kredit dan modal
a. Faktor penentu kedua yang dominan adalah peluang dan kesempatan.
b. Modal usaha merupakan masalah pertama yang akan dihadapi para interpreneur untuk memulai suatu usaha.
c. Kebanyakan pemula tidak memiliki modal yang diperlukan untuk dapat memulai suatu usaha sendiri.
d. Untuk mengatasi masalah tersebut, Pemerintah dapat melakukan hal-hal berikut:
1) Mendorong berkembangnya perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang pendanaan.
2) Melaksanakan Program Kredit Usaha Kecil (micro-credit program).
3. Mengembangkan program yang mendukung Entrepeneurship
a. Menciptakan lingkungan usaha yang kondusif, sesuai dengan budaya setempat dan beresiko relatif lebih kecil bagi interpreneur baru.
b. Program-program lainnya yang dapat memfasilitasi interpreneur dalam memperoleh modal kerja, menetapkan business plan dan pengenalan terhadap berbagai regulasi usaha dan perpajakan.
4. Memprakarsai program pelatihan Entrepeneurship.
Penyelenggaraan pendidikan atau kursus tentang interpreneurial skill akan secara efektif meningkatkan jumlah individu-individu yang kompeten, yang pada gilirannya akan membantu mereka untuk berhasil.
5. Reformasi regulasi pasar untuk memfasilitasi penetrasi pasar
a. Pemerintah dapat meningkatan jumlah interpreneur dengan memberikan kemudahan untuk masuk dalam sektor formal.
b. Banyak Negara yang menggunakan izin dan lisensi untuk mengatur siapa saja yang dapat berpartisipasi dalam sektor formal. Meskipun hal ini dapat menjadi pendapatan atau mungkin juga sebagai perlindungan bagi BUMN, namun hal ini secara efektif membuat pasar menjadi tidak efisien karena kurangnya kompetisi dan menghalangi masuknya interpreneur-interpreneur baru.
c. Untuk meningkatkan jumlah interpreneur, perlu dilakukan reformasi Undang-Undang yang terkait dengan masalah ini.
6. Peningkatan peluang / kesempatan Entrepeneurship bagi para wanita dan kawula muda.
a. Seringkali perempuan dan karyawan muda usia tidak bisa banyak berperan dan mendapat kesempatan dalam sektor formal baik karena nilai budaya setempat ataupun karena peraturan perundangundangan.
b. Hal ini secara esensial membatasi kemungkinan bagi mereka untuk menjadi interpreneur.
c. Dengan menghilangkan hal-hal yang bersifat diskriminatif, diharapkan dapat meningkatkan kemungkinan bertambahnya para interpreneur baru.
9. Kiat Sukses Technopreneur.
Seperti bisnis pada umumnya, untuk menjadi pengusaha yang sukses di bidang teknologi ada beberapa tips yang perlu diperhatikan oleh pemula yang ingin berkecimpung di dunia technopreneur.
a. Riset pasar
Hampir semua bisnis membutuhkan riset pasar untuk menentukan feasibility suatu produk atau jasa. Riset pasar juga memberi keuntungan lebih bagi calon technopreneur sehingga mengetahui persoalan apa yang akan dipecahkan dalam masarakat. Setelah itu hasil riset pasar diwujudkan menjadi sebuah produk yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat. Sebab secanggih apapun teknologi yang ditawarkan bila tidak menyentuk kehidupan masyarakat maka tidak ada seorang pun yang akan memakai atau membelinya.
b. Differensiasi produk
Produk yang dibuat harus memiliki keunikan dan keunggulan yang tidak dimiliki oleh produk lain yang ada di pasaran. Kalau anda memilih untuk jadi blogger, usahakan konten blog anda benar-benar tidak biasa sehingga orang berbondong-bondong untuk membaca setiap update terbaru blog anda. Bila anda ingin menjadi
programmer game, buatlah game yang konsep dan permainanannya belum ada selama ini sehingga orang tertarik untuk memainkannya.
c. Tentukan pangsa pasar
Menentukan pangsa pasar juga turut berpengaruh pada kesuksesan anda. Seorang tehnopreneur harus menentukan akan main di pangsa pasar yang mana. Hal itu untuk memudahkan spesifikasi produk dan juga saat menentukan harga jual.
d. Tes pasar
Setelah produk anda selesai, sebelum anda melempar produk tersebut ke publik. Ada baiknya bila anda melakukan tes pasar terlebih dahulu. Hal tersebut untuk menguji apakah produk tersebut bakal diterima oleh orang banyak atau tidak. Tes produk juga merupakan saat terbaik untuk mendapatkan feedback tentang kekurangan yang ada pada produk kita. Makanya technopreneur harus membuat komunitas yang solid sebagai tempat tes produk.
e. Terus berinovasi
Bila produk tersebut sudah laris manis di pasaran, maka jangan pernah berhenti berinovasi untuk membuat produk tersebut semakin unggul dan mempunyai additional value bagi masyarakat. Tengoklah Facebook meskipun mereka merupakan rajanya sosial media namun mereka tidak pernah berhenti berinovasi. Sebab seorang technopreneur sejati adalah orang yang mampu mengombinasikan kecanggihan teknologi dan semangat entrepreneurship.
f. Lindungi hak paten
Hal terakhir yang tidak kalah pentingnya bagi seorang technopreneur adalah mendaftarkan produk anda ke Ditjen Hak Kekayaan Intelektual untuk mendapat hak paten atas karya anda. Karena produk anda berbasis teknologi dan informasi maka hak paten sangat diperlukan agar tidak ada pihak lain yang menelurkan produk yang sama tanpa seizin anda.
10. Pendidikan TI Berbasis Technopreneurship
Pendidikan TI berbasis Technopreneurship memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Memberikan kontribusi kongkret dalam mensiasati masalah pengangguran intelektual di Indonesia.
2. Mengembangkan spirit kewirausahaan di dunia perguruan tinggi.
3. Meminimalisir gap antara pemahaman teori dan realita praktek dalam pengelolaan bisnis.
Technopreneur IT Dunia
1. Mark Zuckerberg, Eduardo Saverin, Andrew McCollum, Dustin Moskovitz, dan Chris Hughes merancang dan mengembangkan teknologi jaringan sosial yang berbasis web, Facebook.
2. Chad Hurley, Steve Chen, dan Jawed Karim merancang dan mengembangkan Youtube sebagai media berbagi video di antara masyarakat.
3. Bill Gates dan Paul Allen mendirikan Microsoft Corp..
4. Jeff Bezos merancang dan mengembangkan sistem penjualan buku secara online yang diberi nama Amazon.com.
5. Jerry Yang dan David Filo mendirikan Yahoo! Inc..
6. Larry Page dan Sergey Brin mendirikan Google Inc..
7. Steve Jobs, Steve Wozniak, dan Ronald Wayne mendirikan Apple Inc..
8. Linus Torvald mengembangkan OS open source, Linux.
0 komentar: